iTimes - Driver transportasi online mengeluhkan skema mitra yang selama ini dianut antara aplikator dan para pengemudi karena dirasa merugikan. Di Inggris, skema ini digugat dan dimenangkan oleh Mahkamah Agung Inggris.
70.000 driver online Uber di Inggris berhasil diangkat jadi karyawan dengan keputusan Mahkamah Agung. Dengan skema mitra, driver transportasi online tak bisa mendapatkan hak sebagai karyawan, salah satunya adalah upah minimum.
Ketua Umum Asosiasi Driver Online (ADO) Taha Syafaril mengatakan di Indonesia skema mitra nampaknya masih belum bisa diganggu gugat.
Menurut pria yang akrab disapa Ariel ini, sistem mitra menempatkan para driver bagaikan karyawan, namun tak mendapatkan hak seperti karyawan. Dia mengatakan sebagai mitra para driver terlalu banyak diatur oleh aplikator.
"Jadi memang sistemnya ini ya kita bukan cuma mitra tapi kayak karyawan juga. Misalnya, dia mengatur kita sekali. Dia bisa disiplinkan kita, ini kan macam mendisiplinkan karyawan," ungkap Ariel kepada detikcom, Senin (22/3/2021).
"Mereka ini melihat kita bukan sebagai mitra usaha, tapi sebagai mitra biasa aja, kita yang mesti ikutin mereka," ungkapnya.
Dia mencontohkan beberapa upaya aplikator mendisiplinkan mitra pengemudi bagaikan karyawan. Kasus yang paling sering terjadi adalah ketika mitra pengemudi mendapatkan komplain dan nilai buruk dari penumpang.
Tanpa ada komunikasi, pengemudi seringkali terkena suspend alias dihentikan sementara. Sebagai mitra, harusnya masalah di-suspend atau tidak menurutnya harus dikomunikasikan terlebih dahulu.
"Kalau misalnya kita dikomplain penumpang, terus dilaporkan pengguna tahu-tahu kita di-suspend. Bahkan kita nggak tahu diputus mitra karena apa, komunikasi nggak ada. Kok bilangnya mitra tapi sekejam itu, ini kayak mendisiplinkan karyawan aja," kata Ariel.
Upaya pengaturan mitra juga dilakukan aplikator dalam hal membagikan orderan alias pesanan. Seperti apa?
Dia mengatakan algoritma aplikasi akan mengatur mana driver yang bisa mendapatkan order mana yang tidak. Padahal waktu di awal transportasi online muncul, orderan diatur dengan cara siapa yang paling dekat.
Misalnya, ada pesanan di Gambir, bisa saja driver online di sekitar Gambir tidak mendapatkan pesanan.
"Ini algoritma kan memutuskan siapa yang dapat order. Kita muter-muter Jakarta 25 kali juga kalau nggak dikasih order dari algoritma juga ya kita nggak dapat apa-apa," ungkap Ariel.
Di sisi lain, Ketua Institut Studi Transportasi (Instran) Darmaningtyas menilai memang skema kemitraan yang dianut transportasi online memang cukup merugikan para driver transportasi online.
Menurutnya telah terjadi kemitraan yang tidak seimbang dalam pengoperasian transportasi online. Darmaningtyas menyebut selama ini driver online sebetulnya berjuang sendiri, namun sebagai mitra tak memiliki otonomi apapun untuk menentukan nasibnya.
"Kalau merugikan ya memang, kan gini yang bekerja, yang berusha, yang modal kan pengemudi. Yang cari duit juga driver. Tapi dia aja kena potong, dan dia nggak punya otonomi apa-apa," kata Darmaningtyas.
"Mestinya mitra ini setara. Ini kemitraan yang tidak seimbang," ujarnya. (*/Detikfinance)
(Tim Network News)