iTimes - Presiden Joko Widodo meminta setiap gubernur untuk membawa serta dua kilogram tanah dan dua liter air dari daerah masing-masing untuk dibawa ke titik nol IKN Nusantara, Kalimantan Timur.
Tanah dan air itu nantinya akan dicampur dalam satu kendi yang dinamai Kendi Nusantara. Kendi itu selanjutnya disimpan tepat di titik nol IKN Nusantara.
Khusus di Sulawesi Selatan, tanah dan air diambil dari dua tempat berbeda.
Tanah diambil dari Bangkalae, Kabupaten Bone. Sedangkan dua liter air diambil dari sumur Masjid Katangka, Kabpaten Gowa.
Sampel tanah dan air itu sudah dibawa oleh Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman dan rombongan ke Kaltim.
Kepaa Diinas Tanaman Pangan, Holtikultura, dan Perkebunan Kabupaten Bone, Andi Asman Sulaiman mengatakan, tanah Bangkalae dipilih karena sejarahnya.
Situs Tanah Bangkalae merupakan suatu tempat dipersatukannya tiga tanah yang secara adat didatangkan dari tiga Kerajaan Besar di Sulsel, yaitu Kerajaan Bone, Kerajaan Luwu, dan Kerajaan Gowa.
"Kemarin ada permintaan dari pusat, dua jenis yang diminta untuk Gubernur Sulsel yakni tanah dan air. Pilihannya Pak Gubernur air di Gowa, dan tanah di tanah Bangkalae Bone. Karena situs tanah Bangkalae merupakan pertemuan tiga kerajaan besar di Sulsel," sebutnya.
Sebelumnya, Kadis Kominfo Sulsel, Amson Padolo menjelaskkan ada filosofi dari sampel tanah dan air yang diambil dari dua lokasi ini.
Sampel tanah dari Bangkalae, Kabupaten Bone ini karena Tanah Bangkalae merupakan suatu tempat dipersatukannya tiga tanah yang secara adat didatangkan dari tiga Kerajaan Besar di Sulawesi yaitu Kerajaan Bone, Kerajaan Luwu, dan Kerajaan Gowa.
"Setelah dipadukan ketiga tanah tersebut serta merta berubah menjadi warna kemerah-merahan dalam bahasa Bugis disebut Tanah BangkalaE," bebernya.
Sementara air ini diambil dari salah satu masjid tertua. Air dari Sumur Masjid Al Hilal Katangka Kab. Gowa yang dibangun pada tahun 1603 dan merupakan salah satu masjid tertua di Indonesia.
Masjid menyimpan kisah masa lampau kerajaan Islam di Gowa, yang didirikan pada masa pemerintahan Raja Gowa XIV Sultan Alauddin atau I Manggarangi Daeng Manrabbia, pada abad XVII.