iTimes - Kasus dugaan pemalsuan cap jempol dan penggelapan Sertifikat Prona (Program Nasional Agraria) yang diduga dilakukan oleh Sekertaris Desa Nagauleng, Kecamatan Cenrana, Kabupaten Bone inisial NL alias Nurlela.
Diketahui NL alias Nurlela telah ditetapkan sebagai tersangka sesuai pasal 263 KUHP tentang pemalsuan dengan ancaman hukuman maksimal 6 Tahun penjara. Meski begitu polisi belum memenuhi permintaan kejaksaan kelengkapan berkas itu, bahkan berkas telah di P-19 sebanyak delapan kali.
Kemudian Pada tanggal 6 Agustus 2021, Polres Bone mengeluarkan surat pemberitahuan penghentian penyidikan dengan nomor surat:B/990/VIII/Res.111/2021 dengan alasan tidak terdapat cukup bukti.
Dengan dikeluarkannya SP3 oleh Polres Bone, H.Mappa melalui kuasa hukumnya menempuh jalur hukum dengan mengajukan Praperadilan dengan nomor perkara:2/Pid.Pra/2022/PN.Wtp. Dimana praperadilan pihak Polres Bone dinyatakan kalah dan dimenangkan oleh H.Mappa.
Baca Juga : Seorang Wanita Ditemukan Tewas Di Penginapan Himalaya, Polres Pelabuhan Makassar Akhirnya Ungkap Pelaku
Dengan demikian, Pengadilan Negeri Bone membatalkan Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan (SP3) yang dikeluarkan oleh penyidik pada kasus Sertifikat Prona (Program Nasional Agraria) yang diduga dilakukan oleh Sekertaris Desa Nagauleng, Kecamatan Cenrana, atas nama NL alias Nurlaela.
Putusan praperadilan ini disampaikan hakim tunggal Ahmad Syarif, S.H.,M.H di Pengadilan Negeri Bone, Selasa (31/05/2022). Dia mengabulkan permohonan H. Mappa dan menyatakan SP3 yang dikeluarkan oleh penyidik Polres Bone tidak sah.
Diketahui putusan itu berbunyi, surat Penetapan Kepolisian Resort Bone dengan Nomor : B/990/VIII/RES.1.11/202 terkait kasus Prona yang melibatkan Sekretaris Desa (Sekdes) Nagauleng tidak sah di mata hukum.
Selain itu, putusan praperadilan juga memerintahkan termohon untuk melanjutkan dan memproses cepat kasus tersebut hingga tahap persidangan.
Baca Juga : Infrastruktur Tak Kunjung Baik, Bupati Bone Di Demo Oleh Warga Dan Aliansi Mahasiswa Bahong Langi
Kuasa Hukum pemohon, Direktur Law Firm ASH & Co, Andi Salahuddin Hasdja, S.H, mengaku sangat bersyukur dengan putusan tersebut. Ia meminta penyidik untuk memutuskan setiap perkara secara objektif.
"Alhamdulillah, permohonan kami dikabulkan, sebenarnya ini proses pembelajaran untuk kita semua bahwa dalam melihat perkara tindak pidana kita tidak boleh subjektif saja kita harusnya objektif sesuai Undang-undang yang berlaku," katanya, Senin (31/05/2022) saat ditemui usai persidangan.
"Kalau rencana kedepannya kami akan terus mengawal kasus ini dan memperjuangkan hak keperdataan klien kami, terimakasih sebelumnya," kata praktisi hukum muda Andi Salahuddin Hasdja S.H.
(Tim Network News)