iTimes - Masyarakat Indonesia dihebohkan dengan perbincangan legalitas ganja medis yang tengah dibahas oleh banyak kalangan, pakar kesehatan termasuk Ikatan Dokter Indonesia alias IDI hingga pembuat kebijakan di Indonesia.
Hal itu terjadi setelah viral foto Ibu Santy yang memohon agar tanaman ganja untuk kepentingan medis legal dan dapat diakses oleh pasien yang membutuhkannya.
Dilansir dari Suara.com, Ketua Umum PB Ikatan Dokter Indonesia (Ketum IDI), Dr. M. Adib Khumaidi mengatakan, sejauh ini riset lebih lanjut masih dilakukan terkait ganja sebagai pengobatan.
Adib juga menuturkan, saat ini pihaknya masih mengumpulkan referensi ilmiah terkait ganja medis.
Menurut Adib, ketika suatu hal baru dijadikan pengobatan, pasti akan memiliki efek samping sendiri. Oleh karena itu, semua butuh waktu untuk diperhitungkan lebih matang demi keamanan.
Baca Juga : Viral, Seorang Ibu Lakukan Aksi Damai Ditengah Kerumunan Minta Ganja Dilegalkan
“Proses di internal yang sudah kita coba lakukan kita coba elaborasi dengan dasar ilmiah yang ada, tentunya riset dengan referensi ilmiah."
"Kita harus melihat juga dari sisi keamanan karena dalam pengobatan ada namanya efek samping yang juga harus diperhitungkan juga,” kata Adib Khumaidi Sadikit saat diwawancarai oleh wartawan di Hotel Westin Jakarta, Minggu (03/07/2022).
Meskipun sempat ada pro dan kontra penggunaan ganja medis, Adib mengungkapkan IDI mendorong adanya riset terlebih dahulu sebelum akhirnya digunakan dalam pelayanan medis.
Tidak hanya itu, menurut Adib legalisasi ganja dalam pengobatan yang cukup lama ini sendiri juga bukan hanya karena masuk ke dalam narkotika golongan satu saja.
Namun, menurutnya akan lebih baik jika hasil yang didapat nantinya maksimal dan tidak merugikan. Oleh karena itu, riset tersebut dinilai penting dalam kasus ini.
Baca Juga : Terlibat Kasus Narkoba, Oknum ASN Kota Palopo Dibekuk Polisi
“Kita mendorong ini sebagai satu bagian riset, karena kita harus benar-benar. Ini menjadi sangat penting bukan karena masuk golongan ini, tetapi harus tetap berbasis evidence based, jangan sampai kita merugikan dan keamanan, keselamatan pasien harus diperhitungkan,” ucapnya.
Adib sendiri tidak bisa memastikan berapa lama waktu untuk riset tersebut dilakukan. Hal ini karena riset tersebut tentunya tidak hanya dilakukan oleh satu badan saja, tetapi banyak instansi lainnya.
Oleh karena itu, waktu riset ini tidak bisa dipastikan karena diperlukan berbagai hal untuk memastikan keamanan penggunaan ganja ini ke depannya.
Komisi III DPR-RI Ikut Menanggapi
Anggota Komisi III DPR RI Taufik Basari mengatakan pemerintah tidak boleh bersikap konservatif dalam merumuskan kebijakan terkait narkotika. Pernyataan itu disampaikan Taufik terkait wacana legalisasi ganja untuk kebutuhan medis.
Dilansir dari CNNIndonesia.com, Menurut Taufik, Indonesia harus terbuka untuk merumuskan perubahan kebijakan jika terdapat penelitian yang menunjukkan turunan dari tanaman ganja dapat digunakan sebagai pengobatan.
Baca Juga : Ganja Medis Menyeruak Di Indonesia, Ini Tanggapan Menteri Kesehatan
"Kita tidak boleh berpandangan konservatif dalam merumuskan kebijakan narkotika," kata Taufik. Senin (4/7).
Ia mengatakan wacana legalisasi ganja untuk kebutuhan medis selama ini kerap mendapatkan beragam stigma dan tuduhan.
Padahal, menurut Taufik, Expert Committee on Drugs Dependence (ECDD) pada 2019 memberikan rekomendasi kepada The Commission on Narcotic Drugs (CND) untuk menghapus cannabis dan cannabis resin dari Schedule IV Convention on Narcotixs Drugs 1961 dan hanya berada pada Schedule I Convention yang dimaksud.
Schedule IV ini, lanjutnya, hampir sama dengan narkotika golongan I di Indonesia. Sementara itu, Schedule I hampir sama dengan narkotika golongan II dan III.
"Atas rekomendasi ini, CND mengadakan voting dan sebagaimana tertuang pada Decision 63/17, Deletion of cannabis and cannbis resin from Schedule IV of the Single Convention on Narcotic Drugs of 1961 as amended by the 1972 Protocol yang disetujui oleh 27 negara dengan 25 menolak dan 1 negara abstain," katanya.
Baca Juga : Presiden Jokowi Ajak Negara G7 Berinvestasi Dalam Sektor Energi Bersih di Indonesia
Atas dasar itu, ia berharap Kementerian Kesehatan (Kemenkes) merujuk keputusan CND dalam kajian soal legalisasi ganja medis.
Menurutnya, informasi dari publik juga harus menjadi masukan dalam pembahasan revisi UU Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
"Penelitian tidak harus dilakukan dari awal karena sebelumnya telah terdapat penelitian dari berbagai negara termasuk dari komite expert di bawah PBB yang dapat dijadikan rujukan penelitian lanjutan," kata politikus NasDem itu.
Taufik berharap revisi UU Narkotika dapat mengubah paradigma kebijakan narkotika selama ini yang selalu menempatkan persoalan narkotika sebagai persoalan hukum dan penegakan hukum semata. Menurutnya, paradigma kebijakan narkotika harus mengedepankan penanganan kebijakan kesehatan.
"Hukum digunakan untuk pihak-pihak yang memanfaatkan narkotika untuk kejahatan, sementara pendekatan kesehatan digunakan untuk kemanfaatan dan kemanusiaan serta menyelamatkan anak bangsa yang menjadi korban dari penyalahgunaan narkotika," ucap Taufik.
Baca Juga : Gegara Promosi Alkohol 'Muhammad-Maria' 6 Karyawan Holywings Jadi Tersangka
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond Junaidi Mahesa membuka peluang mengeluarkan ganja dari narkotika golongan I lewat revisi UU Narkotika. Perubahan kategori ini dilakukan agar ganja bisa digunakan sebagai terapi atau pengobatan medis.
Ia memastikan pihaknya akan mempertimbangkan usulan tersebut selama revisi UU Narkotika baik dari perspektif kesehatan, pengawasan, dan penegakan hukum bersama dengan pemerintah.
"Memang saya setuju golongan ini diturunkan menjadi golongan II, tinggal bagaimana pengendaliannya. Persoalan pengendalian seperti kita perlu melibatkan kepolisian dan BNN," kata Desmond dalam Rapahttps://www.itimes.idt Dengar Pendapat Umum Komisi III, Kamis (30/6).
Desmond bakal meminta masukan banyak pihak untuk mengakomodir regulasi ganja medis. Ia menyadari bahwa Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika sudah tidak begitu relevan dan butuh perubahan.
Sementara itu Menteri Kesehatan Akan Beri Izin
Sebelumnya telah di beritahukan bahwa Menkes Budi Gunadi Sadikin mengatakan penggunaan ganja medis diperbolehkan atau diizinkan. Dalam arti, tumbuhan ganja ini dipakai untuk keperluan medis, bukan untuk dikonsumsi.
Baca Juga : Kasus Oknum Kadis Pemkab Gowa Terlibat Narkoba Memasuki Babak Baru
Sama seperti tumbuh-tumbuhan yang lain. Kalau selama itu dipakai untuk kebutuhan medis, itu kita izinkan. Tapi, bukan untuk dikonsumsi, melainkan dipakai untuk penelitian," kata Menkes Budi saat ditemui di Hotel Westin, Jakarta Selatan, Minggu (3/7/2022).
"Dan sebentar lagi akan keluar (regulasi-red)," lanjutnya.
Saat ini, Kemenkes sudah melakukan kajian soal tanaman ganja untuk keperluan medis itu. Regulasi itu akan digunakan untuk mengontrol seluruh fungsi proses penelitian, terutama pada pengembangan ilmu pengetahuan di dunia medis.
Menkes Budi juga mengungkapkan pihak Kemenkes juga akan segera berkoordinasi dengan dokter dan farmakologi terkait penggunaan ganja medis tersebut.
"(Koordinasi dengan dokter dan farmakologi) akan dilakukan," pungkasnya. (*)