Ket : Catatan harian Ir Walinono Haddade, Ketua LSM GMBI Distrik Makassar, Wilter Sulsel. (Foto saat kegiatan Rakerdis) |
iTimes | Opini - Tahun 2024 masih jauh, namun seakan genderang perang sudah ditabuh, segala dimensi menjadi ajang eksistensi popularitas tanpa kecuali, berlomba-lomba mengambil simpatik masyarakat.
Pencitraan, opini, hoaks, seakan menjadi program kerja hari hari, media sibuk dengan segala pemberitaan, komunitas bertumbuhan, ikatan ikatan persatuan berbenah kepengurusan, ormas dan lembaga tak luput ambil bagian sampai sistem reuni diaktifkan, semua tidak lain ujung ujungnya hanyalah sosialisasi.
Tidak bisa dipungkiri bahwa suksesi 2024 adalah pesta kerakyatan untuk memilih pemimpin yang berpihak kepada rakyat, namun sebagai rakyat yang tidak mengerti apa-apa terkadang saya jadi bingung melihat situasi saat ini.
Baca Juga : Ketua GMBI Sulawesi Tenggara Akan Lakukan Ekspansi Secara Marathon di Tiap Kabupaten dan Kota
Terlalu banyak kepentingan terlalu banyak intrik, terlalu banyak sandiwara, ya sandiwara politik, bahkan seakan ada yang berpendapat jika suksesi 2024 perlu dipertimbangkan dengan segala alasan pemulihan pandemi, adanya oligarki kekuasaan, aktor-aktor politik pun menjadi lokomotif dari suasana menuju suksesi, bagaimana tidak, partai adalah sebuah kendaraan yang wajib untuk menuju suksesi.
Baca Juga : GMBI Distrik Makassar : Apresiasi Kinerja Kejati Sulsel dan Minta Kejati Sulsel Perjelas Status Camat Dalam Kasus Dugaan Korupsi Satpol PP
Mata kita disuguhi dengan segala kegiatan para pejabat mulai tingkat Kepala Desa/Lurah, Camat, Kepala Dinas, Bupati/Walikota, Menteri sampai Presiden semua sibuk, bahkan tokoh-tokoh masyarakat pun ikut sibuk, tapi saya jadi bingung dengan kesibukannya, sementara rakyat bawah untuk mengurus KTP saja katanya blangko habis, Si Aco datang ke kantor lurah bolak balik 2 Minggu tidak pernah ketemu Pak Lurah, urusannya pun tak kelar-kelar.
Seiring dengan kesibukan para pencari kepentingan disisi lain gambaran kekacauan Kamtibmas terjadi dimana-mana, begal, busur, penikaman, bahkan teror bom, seakan menjadi bagian dari skenario.
Aturan, sampai KUHP direvisi tanpa ditimbang dikaji dan dianalisa lebih dalam akan dampaknya serta keberpihakannya pada rakyat.
Semoga saja rakyat tidak jadi korban dari sebuah kepentingan politik dan kekuasaan